Senin, 04 Juni 2012

Konsep Keselamatan


KONSEP KESELAMATAN
MENURUT AGAMA KRISTEN



 


Studi Kata
Keselamatan (bahasa Yunani = Soteria – Soteria) dapat diartikan dengan “Pembebasan”, juga berarti sebuah “jalan terobosan dengan aman” atau “menjaga dari bahaya”. Dengan pemahaman ini dapat diperoleh sebuah makna bahwa keselamatan itu sendiri merupakan segenap karya Allah dalam menjaga dan membawa manusia keluar dari hukuman menuju pada pembebasan.

Perkembangan Pemahaman Sejak Zaman Perjanjian Lama sampai dengan Zaman Perjanjian Baru
Sejak Penciptaan, Allah mencanangkan keselamatan bagi manusia ciptaan-Nya, oleh sebab itu Allah menciptakan manusia seturut dengan “Gambar dan Rupa-Nya”
(catatan: sebenarnya istilah “Tselem (
~l,c,) dan Demuth (tWmd>)” bukan sekadar berarti gambar dan rupa, melainkan lebih mengarah pada pengertian” bayangan dan pola/ patern”, sehingga sebenarnya manusia itu adalah siluet yang digambar berdasarkan pola/ patern Allah).

Untuk menegaskan maksud dan rencana Allah dalam menyelamatkan manusia, maka Allah memelihara manusia dengan kasih-Nya (hb\h]a; – Ahabah = yaitu kasih Allah yang berlaku secara universal). Kasih Allah yang universal ini menyebabkan Allah mengadakan perjanjian keselamatan dengan manusia (tyrib. - Berith = Perjanjian Allah kepada manusia demi keselamatan manusia). Dalam Perjanjian Lama, dikenal ada 3 bentuk Perjanjian Allah yaitu:
1.    Perjanjian dengan Nuh (setelah Air Bah) yang menekankan tentang janji Allah untuk kelangsungan hidup kodrati-> berarti Allah merencanakan keselamatan bagi seluruh kehidupan;
2.      Perjanjian dengan Abraham, yang berisi tentang 3 janji yaitu:
a.   Tanah Perjanjian
b.   Keturunan Abraham akan menjadi bangsa yang besar
c.  Keturunan Abraham akan menjadi berkat bagi bangsa-bangsa lain, agar seluruh bangsa lain pun memperoleh keselamatan dari Allah.
3.   Perjanjian Sinai, yang berisi tentang janji keselamatan bagi Israel dan Israel harus menebarkan keselamatan ini kepada seluruh bangsa.

Dengan melihat untaian janji tersebut, kita menemukan sebuah fakta bahwa keselamatan yang dijanjikan dan diberikan Allah bukanlah keselamatan yang bersifat parsial melainkan selalu universal! dan untuk menjaga Perjanjian tersebut, Allah melengkapi manusia dengan kasih setia (ds,x, = khesed, yaitu kasih setia yang ditumbuhkan Allah untuk menjaga Perjanjian).

Namun, karena manusia tidak bisa menjaga perjanjian itu dengan sempurna (dalam sejarah ditemukan kenyataan bahwa manusia selalu memberontak dan melawan kehendak Allah), maka ada satu kesimpulan umum didapatkan bahwa ternyata keselamatan itu tidaklah pernah dapat dicapai melalui upaya manusia untuk menjaga perjanjian dengan Allah. Dengan kesadaran ini, maka Alkitab mencatat mengenai munculnya Perjanjian Allah kepada manusia yang ke-4, yaitu: Perjanjian Baru. Dalam Perjanjian ke-4 ini, manusia tidak lagi diminta untuk mengupayakan dan berusaha untuk mencapai keselamatan dengan usahanya sendiri, melainkan manusia hanya dituntut untuk bisa mempercayakan dirinya kepada Yesus Kristus, sebagai Tuhan yang datang dalam wujud manusia, yang telah mengambil alih semua kesengsaraan manusia (dan dunia) ke dalam dirinya dan kemudian menebusnya melalui kematian-Nya di kayu salib (bdk. 1 Petr. 2:22-25).

Sejalan dengan pengambilalihan derita manusia ke dalam diri Yesus Kristus, maka keselamatan yang ditawarkan dan diberikan oleh Yesus pun bersifat universal. Kristus mati bagi penebusan dosa dunia dan seluruh umat manusia (kembali kita temukan makna keselamatan universal). Pertanyaannya sekarang, bagaimana respons manusia dalam menanggapi keselamatan ini?

Saya hendak melihat respons tersebut melalui Kitab Matius 28:19-20, khususnya melalui 4 kata kunci yang ada di dalam ayat-ayat tersebut. Umumnya orang yang membaca bagian ini mengatakan bahwa Matius 28:19-20 adalah Amanat Agung yang memerintahkan manusia untuk memberitakan Injil dan mempertobatkan (kalau perlu dikatakan untuk “mengkristenkan”) seluruh umat manusia. Menanggapi pendapat umum ini, saya setuju bila dikatakan untuk memberitakan Injil, karena pengertian Injil yang sesungguhnya adalah: Berita Sukacita (euagglion = Euanggelion, Kabar/ Berita Sukacita yang harus diberitakan kepada seluruh manusia mengenai pembebasan dan keselamatan yang diberikan Allah kepada seluruh umat manusia). Namun bila itu dikatakan sebagai wujud untuk mempertobatkan (“mengkristenkan”) manusia, saya tidak setuju! Mengapa? Berikut alasan yang saya kemukakan:

Dengan melihat bahasa asli (Yunani), dapat ditemukan bahwa ke-4 kata kunci dalam perikop ini, yaitu: PERGILAH, MURIDKANLAH, BAPTISLAH, dan AJARLAH, sebenarnya 3 dari ke-4 kata itu bukanlah bentuk kata kerja! Kita lihat masing-masing kata:
1.    Pergilah; Alkitab memang menerjemahkannya demikian. Tetapi sebenarnya kata ini diterjemahkan dari kata poreuqentes = poreuthentes yang mengambil bentuk partisip (yang sedang berlangsung); sehingga lebih baik diterjemahkan dengan kalimat: as you go... (sementara engkau pergi). Jadi bukan kata kerja dan imperatif (kalimat perintah). Demikian juga halnya dengan kata Baptislah (dari kata: baptizontes = Baptizontes, yang juga berbentuk partisip) dan Ajarlah (didaskontes = didaskontes, juga mengambil bentuk partisip). Jadi ketiga kata ini adalah sesuatu yang sedang dan harus mengikuti perjalanan hidup manusia, bukan dilakukan karena sebuah perintah, melainkan lebih mengarah pada hakikat hidup yang harus ditumbuhkembangkan oleh manusia.
2.  Lain halya dengan kata Muridkanlah (maqhteusate = matheteusate). Kata ini berbentuk imperatif aktif, jadi inilah yang menjadi perintah utama dalam pengutusan Yesus kepada murid-murid-Nya. Perintah utama ini sejalan dengan perintah dalam ke-3 perjanjian di atas, yaitu supaya para murid Yesus dapat menjadi kelompok orang yang menjadi berkat bagi orang lain sehingga seluruh orang yang dijumpai dalam kehidupannya pun akan mengalami dan merasakan berkat keselamatan dari Tuhan. Dengan demikian, perintah dalam Matius 28:19-20 adalah untuk membagikan berkat kepada semua orang (dan semua orang tetap layak menjadi murid Tuhan) agar keselamatan itu selalu dapat dinikmati oleh semua orang.

Dengan mengacu pada uraian di atas, sampailah saya pada sebuah kesimpulan: bahwa keselamatan, dalam agama Kristen, adalah sebuah anugerah Allah yang tidak dapat diupayakan melalui usaha manusia. Keselamatan akan menjadi sangat berarti bila manusia mau meresponsnya melalui iman dan perbuatan untuk menjadi berkat bagi sesama manusia. (fp)


Pada dasarnya aku hanya bisa membaca dan menkhotbahkan firman Tuhan, dan untuk selanjutnya Firman Tuhan itulah yang bekerja di dalam kehidupan
(Martin Luther).


Penulis : Pdt. Firman Pandjaitan. Mth.                   
        

Tidak ada komentar:

Posting Komentar