Rabu, 16 Mei 2012

Kerja


1.      Mengapa harus bekerja?
Banyak orang beranggapan salah mengenai alasan mengapa manusia harus bekerja. Umumnya mereka merujuk pada Kej. 3:17-19 yang mengisahkan mengenai hukuman Allah kepada manusia, sehingga manusia harus bersusah payah dalam bekerja dan mencari rejeki... Melalui rujukan ini, timbullah pendapat yang mengatakan bahwa bekerja adalah akibat dari hukuman Tuhan. Apakah memang benar demikian?

Saya melihat tidak! Jika hendak merujuk pada dasar teologis mengapa manusia harus bekerja, maka bagian kitab Kejadian yang harus diteliti adalah Kej. 1:26-28. Di dalam bagian ini ditegaskan bahwa manusia telah diserahkan mandat untuk mengupayakan dan mengusahakan bumi, dan tugas ini diberikan sebelum manusia jatuh ke dalam dosa! Dari sini dapat dilihat bahwa kerja sebenarnya merupakan karunia/ anugerah Allah yang luar biasa, karena dengan bekerja manusia sedang mengemban mandat dan kepercayaan Allah.

Nah, kalau begitu halnya, bagaimana dengan Kej. 3:17-19 di atas? Saya melihat bahwa bagian ini hendak menekankan aspek susah payah dalam bekerja yang merupakan hukuman Allah atas dosa manusia. Kerja yang semula anugerah Allah yang indah dan memberi sukacita, sekarang berubah menjadi sesuatu yang berat dan menjemukan.

2.      Motivasi dan Tujuan Kerja
Banyak motivasi dan tujuan kerja yang kita dengar berkembang di masyarakat. Misalnya: Kerja untuk mencari uang, karena gengsi, untuk mengembangkan diri dan lain sebagainya. Motivasi dan tujuan tersebut sah-sah saja, tetapi kalau kita memiliki motivasi dan tujuan seperti itu akan memiliki kelanggengan dan menjamin kenyamanan kita dalam bekerja? Di bawah ini ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mengembangkan motivasi dan tujuan dalam bekerja.
 
a.     Bekerja untuk menyatakan cinta kasih kepada Allah
Kej. 8-9 mengisahkan tentang balasan Nuh kepada Allah untuk bekerja dan menata ulang dunia yang sudah rusak karena air bah. Nuh tidak sekadar mempersembahkan kurban, tetapi ia mewujudnyatakan persembahan kurban itu dalam kerjanya.
Dalam Fil 1:21-22 Paulus menegaskan bahwa hidup harus bekerja dan menghasilkan buah, karena tindakan ini merupakan wujud dari penghargaan dan pertanggungjawaban hidup.
Kerja merupakan pendayagunaan setiap potensi yang telah diberikan Allah kepada kita, secara maksimal.

b.     Bekerja untuk menyatakan cinta kasih kepada sesama
Mat. 9:35-36 menegaskan bahwa semua upaya pelayanan Yesus selalu ditujukan untuk kesejahteraan bagi manusia (sesama). Dengan demikian, bekerja merupakan perwujudan cinta kasih kita kepada sesama dengan jalan mempedulikan sesama dan bukan untuk mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa peduli terhadap orang lain. Dengan dasar ini, kita dapat mengembangkan sikap yang memperlakukan orang lain sebagai sesama/ mitra, bukan sebagai alat/mesin yang dapat diperlakukan sewenang-wenang.

c.      Bekerja untuk menyatakan cinta kasih kepada dirinya sendiri
Mat. 25, yang menceritakan tentang perumpamaan talenta hendak menegaskan bahwa pengembangan diri harus dilakukan oleh seseorang pada saat ia menerima tugas dan mandat dari tuannya (Tuhannya). Dan mandat terbesar dalam kehidupan ini adalah bekerja. Dengan demikian, setiap manusia harus dapat mengembangkan potensi dirinya dalam bekerja agar dpat mempertanggunjawabkan apa pun yang telah Tuhan berikan kepada mereka.

d.     Bekerja merupakan wujud nyata dari Iman kepada Allah.
Iman jangan hanya dipahami sebagai tindakan percaya kepada Allah saja, melainkan harus dipahami juga sebagai tindakan mempercayakan diri kepada Allah. Jika demikian, kerja yang didorong dan didasari oleh iman kepada Allah akan memampukan kita bekerja dalam kebenaran dan tidak mengorbankan nilai-nilai iman dan kebenaran demi sebuah jabatan, uang, kemapanan ataupun keamanan pribadi; meskipun hal itu menanggung banyak resiko.

3.      Bahaya-bahaya dalam bekerja
Agar tetap dapat menjaga kemurnian dalam motivasi dan tujuan kerja, maka beberapa hal yang harus dihindari dalam bekerja adalah:

a.     Hidup untuk kerja
Banyak orang berprinsip bahwa hidupnya untuk bekerja. Di satu sisi memang manusia merupakan “homo laborans” (makhluk bekerja), tetapi hal ini bukan berarti bahwa seluruh tujuan hidup manusia adalah kerja dan kerja (seringkali dikatakan dengan “work-holic”). Jika ini yang terjadi, maka pandangan hidup ini akan menghantar manusia pada pemahaman bahwa bekerja adalah tujuan akhir dari hidup, sehingga tujuan akhir dari hidup manusia yang sebenarnya, yaitu memuliakan Allah dan mensejahterakan manusia menjadi tersingkir, bahkan hilang!

b.     Kerja karena terpaksa
Jika kerja dilakukan karena terpaksa (dan akibat tidak sesuai dengan potensi, minat dan bakatnya), maka ia akan berlaku sebagai sebuah robot dan bukan manusia. Bekerja dilakukan dengan tanpa hati dan tanpa cinta, akibatnya tidak mendatangkan sukacita dan merasa tertekan.

c.      Kerja dengan berorientasi pada uang
Dengan mengorientasikan diri kepada uang, maka kita sedang menggantikan kedudukan Allah dengan uang. Bila kerja hanya didasarkan pada hasil, maka kita akan selalu menghalalkan segala macam cara untuk dapat memperoleh uang.
 
d.     Kerja yang mengutamakan hasil akhir secara cepat
Banyak orang malas untuk bekerja dalam proses. Pada jaman sekarang ini muncul sebuah bentuk mentalitas “instant”, yaitu yang ingin memperoleh hasil dengan secepat-cepatnya. Ketepatan dan kecepatan dalam bekerja memang dibutuhkan, tetapi hal itu bukan berarti harus berjalan tanpa proses. Kerja yang baik adalah kerja dalam proses dan selalu mengakui bahwa dirinya sedang berproses.

e.      Bekerja dengan prinsip: Asal Bapak Senang
Mentalitas kerja dengan prinsip ABS merupakan mentalitas yang sangat buruk dan menjijikkan. Karena mentalitas ini akan menghantar orang untuk berupaya melakukan segala sesuatu, bukan dengan tujuan memberikan hasil terbaik melainkan untuk menyenangkan atasan belaka. Apa pun akan “dijual” demi membahagiakan atasan, sehingga bekerja dengan mentalitas ini berarti bekerja dengan tanpa harga diri.

f.       Memisahkan kerja dengan ibadah.
Amos 5:21-24 menuliskan bahwa Allah tidak suka terhadap ibadah yang memisahkan diri dari kehidupan. Dengan gamblang Amos mengatakan bahwa Allah tidak suka terhadap praktik kehidupan dan kerja bangsa Israel yang dipisahkan dari kehidupan ibadah. Hal ini adalah kemunafikan yang tertinggi! Kerja yang benar merupakan perwujudnyataan konkret dari hidup ibadah. Sehingga tidak ada lagi pemisahan rohani dan jasmani dalam bekerja. Hidup rohani harus nyata dalam kehidupan jasmaniah, dengan demikian benarlah apa yang dikatakan Paulus bahwa “... persembahkanlah tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, kudus dan berkenan kepada Allah; Itu adalah ibadahmu yang sejati!” (Rm. 12:1)

Penulis : Pdt. Firman Pandjaitan, Mth.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar