Selasa, 13 Desember 2011

Kasih Sayang

Matius 22:34-40

Pengantar:
  1. Orang Kristen dikenal sebagai orang yang harus memiliki kasih sayang, sehingga tidak berlebihan bila PA kita saat ini berbicara tentang kasih sayang…
  2. Berkaitan dengan topik pembicaraan kita, maka ada sebuah pertanyaan mendasar ketika kita mau menghiasi hidup kita dengan kasih sayang. Pertanyaan itu adalah: sampai seberapa besarkah rasa kasih, sayang dan cinta kita terhadap sesama? Akankah perasaan cinta kasih itu mendorong munculnya pengampunan dan penerimaan kembali orang yang pernah bersalah dan melakukan kesalahan kepada kita?
  3. Mengikuti ungkapan di atas, ada sebuah studi kasus yang perlu kita renungkan bersama. Ada pun kasus tersebut adalah berupa kejadian hidup sehari-hari yang berbicara tentang masalah cinta kasih yang seringkali diomongkan tetapi jarang dipraktekkan. Bayangkanlah sekarang kita sedang berdiri berhadapan dengan orang yang pernah bersalah kepada kita. Apa yang bergejolak di hati kita? Kemarahan? Sinis? Ingin menghancurkan dan mengusir dia dari hadapan kita? Atau… ingin mengampuni dan memaafkan serta melupakan kesalahan yang pernah dia lakukan kepada kita?
Jangan terburu-buru menjawab. Karena, sekali lagi, kita perlu sadar terlebih dahulu bahwa masalah cinta dan kasih sayang yang mewujud dalam bentuk pengampunan dan pemaafan itu lebih gampang untuk dibicarakan, tetapi ketika sampai pada penerapannya seringkali kita enggan untuk melakukan. Ini bukan hanya menimpa diri orang-orang awam saja, tetapi bahkan para pengerja Gereja dan kaum rohaniwan pun seringkali terjebak dalam sikap yang berhenti dalam pembicaraan tanpa mau melanjutkan dalam aksi. Sama seperti pemahaman yang mengatakan bahwa kita tahu apa yang baik dan harus dilakukan, tetapi dalam kenyataannya kita tidak melakukan yang baik itu (bdk. Roma 7:15). Dalam hal ini kita tidak sejalan dengan istilah TAAT, yang dapat dijabarkan dengan pemahaman TAhu dan melekAT (kalau orang yang taat, pasti ia akan melakukan apa yang ia TAHU karena itu semua sudah MELEKAT dalam hatinya)…

Penjabaran Matius 22:34-40
Lalu, apa yang harus kita lakukan? Salah satu jawaban adalah: sebelum bertindak, mengaca dulu dari perikop ini! Perikop ini adalah perikop sakti, yang mampu membuat orang membuka diri sendiri sehingga ia dapat melihat ke dalam siapa dirinya sesungguhnya. Lho…, di mana letak kesaktiannya?

Perhatikanlah kata KASIHILAH, baik dalam ayat 37 dan 39. Kedua kata tersebut memiliki objek (sasaran/yang dituju) berbeda; yaitu Tuhan Allah – ayat 37, dan sesama – ayat 39. Meskipun objek (yang dituju) itu berbeda, namun kata yang dipakai adalah sama yaitu AGAPE! Istilah Agape ini menunjuk pada kasih yang melampaui batas persaudaraan, cinta asmara atau pun persahabatan. Agape berarti cinta atau kasih yang ditujukan untuk kehidupan; atau dengan kata lain kasih yang … MESKIPUN! Maksudnya begini: Jika orang mencintai dengan agape, maka ia akan berpikir bahwa “aku akan selalu mencintai siapa pun, meskipun ia berasal dari latar belakang yang berbeda denganku, meskipun ia sudah menyakiti aku, meskipun ia bukan siapa-siapa bagiku, meskipun …bla…bla…bla…

Jika Tuhan mengatakan bahwa mengasihi Tuhan dan sesama dengan menggunakan Agape, maka kualitas cinta kita terhadap sesama dan Tuhan haruslah sama; bukan berdasarkan tingkatan! Dengan kata lain, kualitas cinta kita kepada Tuhan bisa diukur melalui cara kita mencintai sesama. Jika kita mencintai sesama dengan cara MESKIPUN, maka kualitas cinta kita kepada Tuhan sungguh luar biasa. Tetapi jika cinta kita kepada sesama hanya sebatas bibir saja, yaitu bisa bicara tentang cinta tetapi tidak bisa mengampuni dan menerima orang yang pernah bersalah, maka sesungguhnya kita ini SAMA SEKALI TIDAK MENCINTAI TUHAN!

Nah… setelah mengaca dari perikop di atas, sekarang kita bisa mengukur keberadaan diri kita sendiri. Sebenarnya sebesar apakah cinta kita kepada DIA, yang selama ini sudah terlebih dahulu mencintai kita dengan segenap hati-Nya?

Penulis : Pdt. Firman Pandjaitan, Mth.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar