Senin, 02 Januari 2012

Pelayanan

Apakah itu?
 
Sebuah perenungan terhadap makna

Kita pasti sudah akrab dengan kata PELAYANAN, sehingga mungkin mudah sekali kita menjawab pertanyaan di atas. Tapi bisa juga karena terlalu sering mendengar dan akrab dengan kata tersebut, pada akhirnya kita sama sekali tidak mengerti tentang makna kata itu. Ambillah contoh seperti ini: banyak orang mengaku bahwa mereka adalah pelayan bagi masyarakat, tetapi dalam kenyataannya mereka justru memperseulit setiap kebutuhan yang diperlukan oleh masyarakat (ini terjadi di instansi-instansi) atau banyak orang yang mengaku bahwa mereka adalah pelayan bagi umat, tetapi yang terjadi adalah mereka memaksa umat untuk menghormati dan menempatkan mereka di posisi yang paling terhormat (ini acap kali terjadi di lembaga-lembaga keagamaan).

Sebenarnya hal semacam ini sudah tidak asing lagi. Dalam sebuah peristiwa dikisahkan bahwa Yohanes dan Yakobus meminta ibunya untuk membujuk Yesus agar mereka kelak bisa duduk di sisi kiri dan kanan dalam Kerajaan Allah (Mat. 20:20-28). Hal ini menandakan bahwa orientasi mereka dalam mengikut Yesus adalah menjadi penguasa. Tetapi apakah hal ini hanya dipahami oleh kedua orang murid tadi sedangkan yang lain tidak? Oh, nanti dulu… Dalam kelanjutan kisah digambarkan bahwa ke-10 murid lainnya menjadi marah. Mengapa mereka marah? Apakah karena mereka memahami hakikat mereka bukan sebagai penguasa tetapi sebagai pelayan? TIDAK! Mereka marah karena mereka tidak ingin kalau hanya kedua murid ini saja yang menjadi penguasa dalam pemerintahan Yesus di Kerajaan-Nya. Ke-10 murid ini juga ingin agar mereka ambil bagian dalam pemerintahan tersebut. Mereka membayangkan betapa menyenangkan menjadi seorang penguasa…

Jadi kemarahan ke-10 murid itu semakin memberikan gambaran bahwa para murid itu sama sekali tidak mengerti tentang maksud dan tujuan Yesus berkarya di atas bumi ini. Ketidakmengertian para murid inilah yang kemudian hendak diluruskan oleh Yesus. Dalam penjelasannya Yesus mengungkapkan bahwa keberadaan diri-Nya di muka bumi ini bukanlah hendak menjadi penguasa tetapi hendak menjadi PELAYAN (ay. 26-28)! Adalah menarik untuk disimak, bahwa kata yang dipakai oleh Yesus untuk menjelaskan diri-Nya adalah kata DIAKONOS.

Diakonos adalah kata yang digunakan untuk menunjuk pada STATUS. Status yang bagaimana? Status yang rendah dan berada di bawah. Diakonos berarti Pelayan Rumah Tangga. Jadi Yesus menempatkan diri-Nya selaku Pelayan dari Rumah Tangga Allah, yaitu bumi dan alam semesta ini. Ia tidak pernah mengakui diri-Nya sebagai orang yang tinggi dan Ia tidak pernah meminta orang untuk menghormatinya. Ia mengaku bahwa diri-Nya hanyalah seorang Pelayan, yang berstatus rendah dan berada di tempat terbawah. Karena Ia adalah Pelayan, maka tugasnya adalah membahagiakan siapa pun yang dilayani-Nya. Dalam hal ini terkandung pengertian bahwa seorang pelayan adalah orang yang kehadirannya harus membawa kebahagiaan bagi siapa pun yang dilayaninya.

Meskipun status seorang Pelayan itu rendah, tetapi ia punya tugas mulia; yaitu: membahagiakan dan menyejahterakan setiap orang yang dilayaninya. Tugas mulia inilah yang mendapat tekanan dari Yesus. Tugas mulia lebih penting daripada sebuah status. Apalah artinya sebuah status, jika dalam kenyataannya ia justru menyalahgunakan dan tidak dapat mengemban status yang disandangnya? Apalah arti menjadi seorang penguasa, tetapi dalam tingkah kehidupannya tidak dapat menunjukkan kehormatan dirinya sendiri (misalnya: menyalahgunakan kekuasaan, hidup dan berkata sembarangan, dlsb). Bukan itu yang penting! Yang penting adalah memahami bahwa keberadaan dirinya adalah keberadaan yang memiliki kemuliaan dan harga diri yang tepat; maksudnya: ia dapat mempertanggungjawabkan segala yang dikatakan dan dilakukannya. Dan kemuliaan serta harga diri yang tepat itu hanya dapat diperoleh melalui tugas dan fungsi yang dijalaninya sebagai seorang pelayan! Jadi pelayan itu memiliki tugas mulia, yaitu menebarkan setiap berita suka cita kepada setiap yang dijumpainya dalam kehidupan.

Dengan demikian sebuah pelayanan itu hanya dapat dilakukan jika seseorang memiliki RASA. Bagaimana ia dapat melayani kalau ia tidak memiliki rasa? Pasti pelayanannya akan hambar dan apa yang dilakukannya bukanlah tertuju demi kesejahteraan orang yang dilayaninya, tetapi orientasi tindakannya adalah untuk menempatkan diri dan statusnya di tempat yang tertinggi. Ia pun akan selalu menuntut agar orang menghormati dirinya. Jika demikian ia bukan seorang pelayan, melainkan seorang boss tanpa rasa!
Dalam kondisi lain, melalui perkataan-Nya, Yesus juga mengisyaratkan bahwa seorang pelayan yang hendak melayani orang lain harus selalu diiringi perasaan rela, suka cita dan tanpa paksaan sama sekali. Karena jika seseorang melayani dengan keterpaksaan, maka kehadirannya tidak akan pernah mendatangkan kebahagiaan dan kesukacitaan, tetapi justru membawa awan mendung dan pada akhirnya tidak mendatangkan berkat. Lihat saja jika ada orang yang merasa terpaksa untuk melayani, pasti di akhir pelayanan orang-orang yang mendapat pelayanannya akan ‘nggrundel, karena mereka tidak mendapat berkat dari yang melayani. Jadi, kunci dalam sebuah pelayanan adalah SUKA CITA!

Kalau begitu, apa yang harus kita lakukan jika ingin menjadi seorang pelayan? Jawabannya mudah saja, belajarlah pada Yesus Kristus! Apa yang harus dipelajari dari diri Yesus Kristus? Pelajarilah keteladanan-Nya. Bacalah Filipi 2:5-7; yang secara tegas hendak mengajarkan prinsip-prinsip pelayanan. Adapun prinsip-prinsip pelayanan itu, berdasarkan Fil. 2:5-7 adalah:

1.      Memiliki pikiran dan perasaan yang sama dengan Kristus.
Madame Theresia mengungkapkan prinsip pelayanan seperti ini:
Buah dari kesunyian adalah doa
Buah dari doa adalah iman
Buah dari iman adalah kasih
Buah dari kasih adalah pelayanan
Dan buah dari pelayanan adalah perdamaian
Ungkapan ini mau menekankan bahwa sebelum kita siap melayani, terlebih dahulu kita harus memiliki waktu hening untuk berjumpa dengan Tuhan…

2.      Memiliki Spiritualitas mengosongkan diri
Yaitu sikap yang tidak ingin meninggikan diri dan lebih utama dari yang lain. Seorang pelayan adalah sejajar dengan sesama!

3.      Memiliki Kerendahan hati
Yaitu sikap yang menempatkan keutamaan orang lain lebih utama daripada diri sendiri. Yesus adalah satu-satunya contoh orang yang memiliki kerendahan hati yang sempurna…

4.      Selalu mengajarkan bahwa Allah adalah Cinta
Sebelum mengajarkan tentang Allah dan (adalah) cinta, terlebih dahulu seorang pelayan harus mengisi relung hatinya dengan cinta. Sehingga pelayanannya adalah pelayanan cinta…

Nah… sekarang sudah mengerti, khan?
Bagaimana? Sanggup untuk menjadi pelayan? Jika demikian; SELAMAT MELAYANI!

Penulis : Pdt. Firman Pandjaitan, Mth.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar