Kamis, 23 Agustus 2012

Menghadirkan Syalom dalam Kehidupan

Bacaan    : Mikha 5:1-4
Nats        : Mikha 5:3
Tujuan     : Agar Jemaat memiliki semangat untuk menjadi Syalom Kehidupan.

Tafsiran Perikop
Secara naratif, perikop yang kita perhatikan saat ini adalah salah satu bagian dari pasal 4:1 – 5:14, yang membicarakan tentang Pertemuan Orang Miskin dan Tersisih. Dengan demikian, harapan mesianis yang muncul dalam perikop yang kita amati ini adalah sebuah pengharapan yang muncul di kalangan orang miskin dan tersisih. Hal ini tidak dapat dipungkiri, karena hanya merekalah yang memang sangat mengharapkan pembebasan; bukan orang kaya dan berkuasa! Jadi syarat khusus dari sebuah pengharapan terhadap pembebasan adalah situasi yang menekan sehingga mengakibatkan orang-orang merasa tertindas dan menjadi miskin.

Perikop yang menjadi perhatian kita hendak menegaskan bahwa pengharapan yang akan hadir bagi setiap orang yang miskin dan tersisih akan datang dari seorang Mesias yang terlahir dari seorang perempuan. Adalah menarik apabila melihat istilah “perempuan yang akan melahirkan telah melahirkan” (ay. 2)  karena dalam bahasa Ibrani istilah ini muncul dari permainan kata, yaitu Yoledah Yaladah, dimana kedua kata ini berasal dari kata dasar yang sama yaitu Yalad. Kata Yalad ini bisa berarti membawa, melahirkan, anak kecil atau gadis. Jadi bila permainan kata di atas diartikan, maka artinya bukan sekadar “perempuan yang akan melahirkan telah melahirkan”, tetapi artinya lebih dalam daripada itu yaitu: “Seorang gadis (perawan) yang telah ditentukan untuk ‘membawa’ seorang anak kecil telah melahirkan (anak tersebut)”. Jadi yang dimaksud perempuan di sini adalah seorang gadis, perawan yang telah ditentukan oleh Tuhan dan berada di dalam kesucian. Dengan demikian “anak kecil” yang dibawa oleh perempuan yang masih perawan tersebut lahir dari dalam kesucian. Inilah pengharapan yang benar, yaitu pembebas datang dari seorang perempuan yang suci dan dilahirkan dalam kesucian, sehingga hidup sang Pembebas ini pun selalu dalam kesucian.

Dalam ayat selanjutnya ditekankan bahwa Sang Pembebas itu akan menjadi damai sejahtera (ay. 4). Perhatikanlah kalimat ini, bahwa Sang Pembebas bukan membawa damai tetapi ia menjadi damai sejahtera itu sendiri! Dengan demikian pengharapan yang timbul mengenai Pembebas merujuk pada situasi damai sejahtera itu sendiri (Syalom). Mengapa demikian? Karena mereka sudah tidak percaya lagi terhadap tokoh/seorang tokoh yang mengaku sebagai seorang pembebas. Mereka sudah terlalu dikenyangkan dengan harapan-harapan palsu sehingga mereka sudah tidak bisa percaya lagi terhadap manusia yang mengaku membawa kebebasan. Untuk itulah mereka memliki pengharapan bahwa Sang Pembebas itu bukanlah sekadar manusia yang membawa pembebasan dan damai sejahtera, tetapi Sang Pembebas itulah Damai Sejahtera!

Rancangan Khotbah

Kekasih-kekasih Tuhan yang berbahagia …
Kata “pengharapan” seringkali tidak lagi memiliki makna yang mendalam dalam kehidupan kita sehari-hari. Hal ini bisa terjadi karena dalam kehidupan sehari-hari kita tidak pernah lagi merasa “gelisah” terhadap kejadian-kejadian yang melingkupi kehidupan kita. Akibatnya kita tidak lagi perduli terhadap apa yang menimpa kehidupan. Mungkin juga hal ini disebabkan oleh perasaan kita yang sudah merasa mapan, sehingga kita tidak mau terusik oleh hal-hal yang menimbulkan kegoncangan dalam kemapanan kita. Bila hal ini sudah menjadi gaya hidup kita, maka diri kita sudah tidak lagi mengharapkan seorang Pembebas karena kita merasa untuk apa kita dibebaskan, toh saya tidak merasa tertindas!

Jika gaya hidup itu yang dikembangkan dalam kehidupan, maka kedatangan seorang Mesias pun tidak akan pernah punya arti! Karena Mesias hanya datang dan dimiliki oleh setiap orang yang merindukan pembebasan, setiap orang miskin dan yang selalu disisihkan dari kehidupan (bdk. Mt. 5:3). Oleh karena itu, Mesias hanya punya arti bagi mereka yang rendah hati dan merasa bahwa miskin di hadapan Allah. Tetapi bagi mereka yang merasa dirinya sudah mapan dan tidak memiliki kerendahan hati, maka Mesias pun tidak memiliki arti apa pun!

Sebenarnya, bila kita amati hidup ini, setiap manusia tidak berhak untuk merasa “mapan” bagi dirinya sendiri, karena di sana-sini tampak banyak ketidakadilan terjadi; entah itu dalam kehidupan rumah tangga, masyarakat, pemerintahan bahkan dalam kehidupan bergereja! Ketidakadilan yang terjadi ini haruslah membuat orang merasa “gelisah” dan ingin agar ada jawaban terhadap ketidakadilan ini. Jika hal ini dapat ditumbuhkembangkan maka Mesias pun memiliki arti bagi kehidupan. Karena setiap kegelisahan akan menimbulkan sebuah pengharapan terhadap hadirnya kedamaian (Syalom) itu. Dan “kegelisahan” semacam inilah yang akan mengundang datangnya Syalom ke tengah-tengah kehidupan.

Di sisi lain, setiap orang yang “gelisah” akan ketidakadilan yang terjadi, maka ia akan memiliki dorongan semangat untuk menapaki dan memperjuangkan kehidupan yang lebih baik, yaitu kehidupan yang diwarnai dengan keadilan dan damai sejahtera. Untuk menggapai ini memang dibutuhkan kesediaan untuk tidak pernah berhenti berupaya dengan sungguh-sungguh dan tulus (tidak berpura-pura dan suka merekayasa) dan tidak pernah merasa puas dengan apa yang sudah dicapai, karena masih banyak yang harus diperjuangkan untuk menghadirkan Syalom itu! Dengan demikian, maka ia sedang mensinergikan dirinya dengan Pusat Syalom (yaitu Mesias dan Sang Pembebas), sehingga Saylom dapat mewujud dalam kehidupan. Dengan demikian, pengharapan terhadap Syalom hanya ada di dalam setiap orang yang memiliki pengharapan kepada Mesias; yaitu setiap orang yang “gelisah” terhadap kenyataan hidup yang tidak menampakkan keadilan.
AMIN
——
by : Pdt. Firman Pandjaitan, Mth

Tidak ada komentar:

Posting Komentar